Selama ini masih banyak orang yang menganggap bahwa matematika
tidaklah lebih dari sekedar berhitung dan bermain dengan rumus dan angka-angka yang bikin pusing siswa. Pendidikan formal di
sekolah yang dimulai dari jenjang TK, SD, SMP sampai SMA memiliki kurikulum
yang memuat pelajaran dan materi, dan salah satunya adalah Matematika. Sebagian
besar siswa menganggap matematika sebagai pelajaran yang sukar dan menakutkan, sehingga
menjadi momok bagi siswa. Hal tersebut sebenarnya bertolak belakang dengan
keadaan sebenarnya. Matematika dijadikan tolok ukur kelulusan siswa (SMP dan
SMA) melalui diujikannya matematika dalam ujian nasional dan diajarkan di semua
jenjang pendidikan dan jurusan.
Permasalahan belum diterimanya matematika
dengan sukarela atau senang hati oleh siswa menjadi pekerjaan atau tugas khusus
bagi guru sebagai pendidik khususnya guru matematika.Hal ini dapat
diminimalisisr dengan memberikan wawasan dan arahan serta pendekatah yang tepat
kepada siswa. Khususnya tentang penggunaan atau aplikasi matematika dalam
bidang ilmu lain dalam kehidupan sehari-hari. Secara sengaja atau tidak sengaja
maupun langsung atau tidak langsung, masyarakat atau siswa menerapkan
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Soal-soal matematika yang ditulis dalam beberapa buku paket
matematika sekolah tidak hanya berupa bilangan (hitung-hitungan) langsung tapi
juga banyak yang berupa soal cerita. Tingkatan soal juga tidak hanya menuntut
cara berpikir yang rutin tetapi banyak juga soal-soal cerita yang menuntut cara
berpikir yang tidak rutin. Saat ini mulai banyak metode pembelajaran yang
diterapkan di sekolah tidak hanya sekedar ceramah sehingga pengetahuan
matematika tidak berpusat pada guru saja tetapi siswa juga dituntut untuk
membangun suatu konsep. Soal matematika yang disajikan dalam soal cerita (tidak
hanya bilangan) dan metode pembelajarannya dapat memberikan makna tertentu.
Pendidikan matematika mengandung nilai yang antara lain dibawa
oleh ciri-ciri atau karakteristik dari matematika itu sendiri (Soedjadi,
2007:75).
Tulisan ini ingin mengkaitkan matematika dengan pendidikan nilai
(sikap) pada anak. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah agar diperoleh
pemahaman bahwa matematika juga mempunyai peran penting dalam pendidikan nilai
pada anak, khususnya matematika sekolah dasar, tidak sekedar hitung-hitungan
saja.
Menurut John Dewey,
pendidikan diartikan sebagai proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental
secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Anak merupakan pribadi sosial
yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain. Anak ingin dicintai,
ingin diakui dan dihargai. Berkeinginan pula untuk diperhitungkan dan
mendapatkan tempat dalam kelompoknya. (Kartono,
1996). Periode/masa pada anak terbagi dalam beberapa interval umur tertentu.
Salah satu masa tersebut adalah masa sekolah dasar yang berusia 6-12 tahun.
Pada masa ini emosionalitas anak jadi makin berkurang, sedang unsur intelek dan
akal budi (rasio, pikir) jadi semakin menonjol. Minat yang obyektif terhadap
dunia sekitar menjadi semakin besar. Perasaan intelektual anak pada masa ini
sangat besar. Teka teki silang, soal matematika dan perhitungan yang
pelik-pelik (terutama kalau hasilnya berupa angka-angka yang utuh) merupakan
daya tarik besar untuk dipecahkan oleh anak; baik oleh anak laki-laki maupun
anak perempuan. (Kartono, 1996 )
Semua ini membangunkan
kemauan belajar dan menstimulir ketekunan usaha dan aktivitas anak. Lanjut Kartono,
disiplin sekolah dan kewibawaan para guru memberikan kegairahan pada situasi
bekerja dan usaha belajar anak. Pada umumnya, pada masa ini anak senang pergi
ke sekolah. Ia merasa suka dan “betah kerasan” tinggal di sekolah. Tidak jarang
anak merasa terpesona dan terikat hatinya pada gurunya.
Nilai kita rasakan dalam diri masing-masing
sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip, yang menjadi pedoman dalam hidup.
Nilai yang menjadi sesuatu yang abstrak dapat dilihat dari tiga realitas : pola
tingkah, pola berpikir dan sikap-sikap.(Kaswadi, 1993). Nilai adalah daya
pendorong dalam hidup yang memberi makna dan pengabsahan pada tindakan
seseorang.
Pendidikan nilai ialah penanaman dan
pengembangan nilai-nilai dalam diri seseorang. Pendidikan nilai tidak harus
merupakan satu program atau pelajaran khusus, seperti pelajaran matematika,
tetapi lebih merupakan suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan. Pendidikan
tidak hanya mau mengembangkan ilmu, ketrampilan, teknologi, tetapi juga ingin
mengembangkan aspek-aspek lainnya : kepribadian, etika moral dan lain-lain yang
semuanya dapat disebut pendidikan nilai.
KONTRIBUSI MATEMATIKA BAGI PENDIDIKAN NILAI (SIKAP)
ANAK
Orang tua dapat
membantu anak-anaknya mengembangkan diri mereka sendiri suatu nilai yang paling
dasar, yang bisa diberikan dalam membantu anak menyelesaikan soal matematika,
seperti beberapa soal matematika berikut ini yang dikutip dari buku paket
Matematika Sekolah Dasar kelas 1, 2 dan 3 (Handoko,2006) :
1. Pak Fernandes mempunyai 5 dus mi. Ada 5 tetangganya yang fakir
miskin kemudian mi tersebut seluruhnya dibagikan. Coba berapa sisa mi yang
dimiliki pak Fernandes? (Handoko (1), 2006 : 49)
2. Ratna dan Linda akan menyumbangkan majalah
bekas ke perpustakaan sekolah. Majalah milik Ratna sebanyak 65 dan majalah
Linda sebanyak 75. Berapa jumlah majalah yang akan disumbangkan Ratna dan
Linda? (Handoko (2), 2006 : 51)
3. Untuk membantu korban bencana alam, siswa
kelas 1 dan kelas 2 mengumpulkan mi. Mi yang terkumpul dari kelas 1 sebanyak
125, dari kelas 2 sebanyak 80 dan yang rusak sebanyak 9. Berapa mi yang tidak
rusak? (Handoko (2), 2006 : 67)
4. Sebanyak 50 baju akan dibagikan kepada 10 anak
yatim. Jika tiap anak mendapat bagian yang sama, berapa banyak baju yang
didapat tiap anak? (Handoko (3), 2006 : 34)
Dari soal di atas, orang tua dapat menerangkan
nilai-nilai yang disampaikan dalam soal tersebut di samping membantu anak
menyelesaikannya. Nilai yang bisa ditangkap dari soal tersebut adalah nilai
‘suka memberi’ dan berbagi baik kepada teman, saudara, tetangga maupun fakir
miskin dan anak yatim.
Beberapa soal matematika yang lain tentang
pengukuran waktu seperti dikutip dalam buku kelas 2 SD (Supardjo,2006 : 82),
buku kelas 4 SD (Handoko (4), 2006) dan buku kelas 5 SD (Handoko (5),2006)
sebagai berikut :
1. Sekolah masuk pukul berapa? Pukul 9 pagi kamu di mana?
Apakah kamu berada di
sekolah pukul 9 pagi ?
2. Pukul 5 pagi, apakah kamu sudah bangun? Pukul berapa kamu mulai
tidur ?
3. Pukul 6 pagi, apakah kamu sudah makan pagi ?
4. Cobalah mencatat lamanya aktivitas penting yang kamu lakukan dalam
satu hari, kemudian jumlahkan berapa lama waktu yang dibutuhkan. (Handoko
(5),2006:65).
Soal di
atas, yang dalam buku paket Matematika SD tersebut juga menyertakan gambar jam,
dapat memunculkan nilai kedisiplinan mengatur waktu dan tanggung jawab pada
diri sendiri.
Juga terdapat soal
tentang bagaimana
anak dapat mengatur uang dengan baik, bertanggung jawab terhadap uang yang
diberikan orang tua dan menabung agar dapat membeli barang yang diinginkan.
Menurut Suwarsono
(Susilo, 1996:13) matematika juga mengandung nilai-nilai (value) yang
sangat berguna untuk pembentukan sikap dan kepribadian yang lengkap (utuh).
Pembentukan sikap disiplin, sikap teliti, sikap kritis, sikap sabar, sikap
hati-hati dan sebagainya, bisa dikembangkan melalui matematika. Di masa yang
akan datang, sikap semacam ini semakin dibutuhkan karena semakin banyaknya
masalah yang melingkupi manusia, dan semakin banyaknya orang yang terkena oleh
masalah-masalah tersebut.
Tujuan pembelajaran
matematika sekolah (khususnya SD) adalah agar siswa memiliki kemampuan yang dapat
dialihgunakan melalui kegiatan matematika, memiliki pengetahuan matematika
sebagai bekal untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya, memiliki ketrampilan
matematika untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, memiliki
pandangan yang cukup luas, memiliki sikap logis, kritis, cermat dan disiplin
serta menghargai kegunaan matematika (Karso, 2006).
Seorang pakar pendidikan matematika, Soedjadi
(dalam Zulkardi,2000) mengatakan pembelajaran matematika tidak hanya diarahkan
agar siswa dapat memecahkan soal dan menerapkan matematika tetapi juga dapat
menumbuhkan kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
1. kemampuan menerapkan dan menggunakan
matematika dalam bidang lain
2. kemampuan berpikir analisis dan sintesis
3. kemampuan membedakan yang benar dan salah dengan
alasan logis
4. kemampuan kerja keras, konsentrasi dan mandiri
5. kemampuan memecahkan masalah
Secara tidak langsung, kemampuan tersebut
memberikan kontribusi bagi pendidikan nilai anak seperti dapat membedakan mana
yang salah dan benar, kerja keras, mandiri dan sebagainya.
Do you realize there is a 12 word sentence you can speak to your partner... that will trigger intense emotions of love and impulsive appeal to you deep within his chest?
ReplyDeleteThat's because deep inside these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's impulse to love, admire and care for you with all his heart...
12 Words That Fuel A Man's Desire Response
This impulse is so hardwired into a man's genetics that it will make him try better than ever before to love and admire you.
In fact, triggering this mighty impulse is absolutely essential to having the best possible relationship with your man that once you send your man a "Secret Signal"...
...You will instantly notice him expose his heart and mind for you in a way he haven't experienced before and he will distinguish you as the only woman in the galaxy who has ever truly tempted him.